rameinaja.id – Ribuan sopir truk berunjuk rasa di berbagai kota di Jawa menolak aturan baru mengenai Over Dimension Over Load (ODOL). Mereka merasa tertekan oleh regulasi yang dinilai tidak siap dilaksanakan dan membebani mereka.
Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) menjadi pengorganisir utama aksi ini, mendesak pencabutan kebijakan ODOL yang dianggap mengabaikan kenyataan di lapangan serta mengungkapkan urgensi masalah ini dengan angka biaya pemeliharaan jalan mencapai Rp 40 triliun per tahun.
Aksi Unjuk Rasa di Beberapa Kota
Pada Kamis, 19 Juni 2025, sekitar 800 sopir truk dari Kabupaten Kudus dan sekitarnya melakukan unjuk rasa di jalan lingkar selatan Kudus. Sementara itu, aksi serupa juga berlangsung di Jawa Timur, tepatnya di jalan raya Surabaya-Sidoarjo dan jalan arteri menuju Karanganyar, Solo.
Selama demonstrasi, banyak sopir yang menempelkan spanduk di kendaraan mereka dengan isu-isu penting, seperti “Tolong Revisi UU ODOL” dan “sopir bukan kriminal, bukan menentang ODOL, melainkan ini tentang keluarga di rumah”. Pesan-pesan tersebut mencerminkan perjuangan mereka menghadapi tekanan pasar dan regulasi yang dianggap tidak adil.
Tuntutan dan Harapan Sopir
Angga Firdiansyah, Koordinator II Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT), menyatakan tuntutan mereka untuk pencabutan UU ODOL, karena kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan realitas yang dihadapi para sopir. “Kami ingin pemerintah beri perlindungan hukum, karena Indonesia belum siap menjalankan aturan ODOL secara utuh,” ujarnya.
Ia juga menekankan perlunya evaluasi menyeluruh serta dialog antara pemerintah dan pelaku industri agar pengawasan yang lebih baik dapat dilaksanakan. Diharapkan, dengan perhatian pada kesejahteraan sopir, regulasi ini dapat ditegakkan tanpa merugikan mereka.
Perspektif dan Rencana Pemerintah
Kementerian Perhubungan mengungkapkan bahwa mereka sedang menyusun rencana untuk menangani zero ODOL. Ernita Titis Dewi, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenhub, menjelaskan bahwa penindakan dan pengawasan terhadap pelanggaran ODOL akan dilakukan secara bertahap.
Dengan rencana penerapan zero ODOL secara penuh pada 2026, pemerintah berencana melakukan sosialisasi kepada pemilik barang dan transporter sebelum penegakan hukum resmi dimulai pada Agustus 2025. Beberapa program konkret juga akan diterapkan, seperti penggunaan sistem elektronik untuk pendataan angkutan barang.